Dars Risalah Muawanah

 Dars Risalatul Muawanah 3

Ustadzah Dara Husaien




Dianjurkan untuk kamu untuk selalu jujur dalam perkataan dan bagaimana kita menepati janji terhadap orang lain. Karena apabila kita tidak menepati janji maka ini merupakan salah satu tanda bahwa kita termasuk bagian dari orang-orang yang munafik, sebagaimana Rasullullah Shalallahu'alaihi Wassallam bersabda,  "Tanda-tanda orang munafik itu ada 3, apabila ia berkata ia berbohong, ketika ia berjanji ia ingkar, dan apabila ia diberi amanah ia khianat."


Katakan apapun itu seperti halnya syair-syair arab yang mengatakan bahwasanya hendaknya kita mengatakan apapun itu meskipun terasa pahit. Namun diajarkan ketika kita menyampaikan suatu perkara kejujuran, hendaknya berusaha sebaik mungkin kejujuran itu tidak menyakiti hati orang lain. Jangan sampai perkataan tersebut justru menambah kesedihan orang lain. Sampaikan dengan sebaik kata-kata yang kita miliki, seperti bagaimana kita mengharapkan orang lain berkata jujur namun tidak menyakiti seperti itu pulalah kita kepada mereka.


Dan lebih baik tidak terlalu banyak berjanji jika belum yakin akan melaksanakan janji tersebut. Sebab sebaik-baiknya janji ialah ketika kita berusaha untuk memenuhi janji tersebut. Itulah mengapa dianjurkan mengucap 'In Syaa Allah' agar ketika kita mengetahui bahwa kita tidak mampu menepati janji seutuhnya, Allah akan membantu kita dalam mengusahakan janji tersebut. Jangan sampai kita menjadi bagian orang-orang munafik, karena sungguh orang-orang munafik itu adalah mereka yang sulit masuk kedalam Surga Allah tanpa hisab.


Hendaknya pula kita berhusnudzon kepada Allah, ketika seandainya ada seseorang yang berjanji kepada kita namun ia ingkar, maka serahkan semua kepada Allah, biarkan itu menjadi urusan orang tersebut dengan Allah. Urusan kita hanyalah tetap jujur dan menepati janji. Yakini bahwa semua manusia memiliki khilaf masing-masing, karena Allah saja maha pengampun, lalu mengapa kita sebagai hambaNya tidak mampu?


Diajarkan lagi oleh Imam Al-Haddad bahwasanya hendaknya kita menghindari perdebatan dan bertengkar, karena dua hal ini akan memancing terbakarnya hati. Sungguh mereka yang menyukai perdebatan, itu bukan hanya membuat hati terasa panas, namun juga menjadi penyebab memiliki lebih banyak musuh, memiliki perasaan menang sendiri bahkan sampai tak mau menerima nasihat. Dan seandainya kita menemukan seseorang yang suka sekali berdebat, maka perlu diperhatikan, jika perdebatan itu benar maka dengarkan lalu terima, jika perdebatan itu salah atau sesuatu yang batil maka tinggalkanlah, jangan dibalas sebab sangat percuma menasehati seseorang yang dalam keadaan marah lalu kembali jika orang tersebut telah tenang, dan perbaiki kesalahannya dengan cara yang lembut.


Sungguh hendaknya kita meninggalkan orang-orang yang bodoh. Jangan dipaksa mendebat seseorang sebab dikhawatirkan nasehat yang kita sampaikan merupakan nafsu yang keluar dari lisan kita tanpa niat mendinginkan keadaan, bukan usai justru semakin panas. Terlebih bagi perempuan yang mudah sekali terpancing.


Dianjurkan pula untuk kita bersenda-gurau yang berlebihan, jangan terlalu sering bersenda-gurau, apalagi jika itu melibatkan kebohongan. Lebih baik bagi kita bersenda-gurau dengan niat menghibur hati seseorang setelah terkena musibah, ini diperbolehkan. Dimana bersenda-gurau disini pula disesuaikan seperti yang diajarkan Rasullullah yakni dengan niat yang baik tanpa maksud menyakiti. Rasullullah Shalallahu'alaihi Wassallam bersabda, "Jangan sampai engkau mencela saudaramu, jangan bersenda-gurau secara berlebihan, dan jangan pula berjanji jika tidak bisa menepatinya."


Selain diatas, Imam Al-Haddad mengajarkan agar kita mampu menghormati, memuliakan sesama muslim terlebih jika mereka lebih afdhol dibandingkan kita, seperti para ulama, orang-orang shalih yang memang imannya lebih tinggi dibandingkan kita. Namun bukan berarti orang yang lebih rendah dibandingkan kita, misal kita memiliki hafalan yang banyak sampai kita tidak mau menghormati orang-orang yang tak memiliki hafalan, maka sudah pasti ilmu yang dimiliki itu hanya sekedar perhiasan. Jadi hendaknya bagi kita menghormati siapapun itu, sebab kita tidaklah mengetahui dzahir seseorang, boleh jadi dia terlihat seperti rendah namun tinggi kedudukannya dihadapan Allah. 


Ikuti Rasullullah Shalallahu'alaihi Wassallam yang mencontohkan kepada umatnya untuk menghormati siapapun. Jangan sampai kita merasa tinggi hati, jika seandainya timbul sedikit saja perasaan seperti itu maka segeralah beristighfar kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. 


Lalu dianjurkan bagi kita untuk memperlakukan muslim lain dengan baik, jangan membuat mereka merasa takut terlebih sampai memandang mereka dengan pandangan yang merendahkan, mengejek. Karena hal-hal seperti ini termasuk akhlak-akhlak yang buruk, akhlak yang tercela. Perkara ini tidak hanya melibatkan mata, namun juga melibatkan hati hingga bersambung ke lisan sehingga bisa menimbulkan pergibahan. Janganlah menabur benih sifat-sifat yang buruk yang justru akan semakin mengotori hati.


Serahkan semua kepada Allah, baik ketika orang tersebut melakukan hal yang buruk kepada kita, maka serahkan saja, sebab itu urusan mereka dengan Allah. Urusan kita tetap untuk berbuat baik karena Allah. Sungguh Rasullullah Shalallahu'alaihi Wassallam menyampaikan bahwasanya orang-orang yang mencela saudaranya sesama muslim adalah mereka yang termasuk bagian dari golongan orang-orang jahat. 


Lalu yang terakhir, hendaknya kita merasa tawadhu, karena ketawadhuan ini merupakan tanda-tanda bagi orang-orang beriman, ini merupakan akhlak-akhlak orang-orang mukmin. Dan jika kita diajarkan untuk tawadhu maka jangan melakukan hal yang sebaliknya yakni merasa takabur, sombong. Sungguh Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang tawadhu, sementara sebaliknya orang-orang yang takabur Allah sedang melemparkan mereka kedasar yang paling bawah. Rasullullah Shalallahu'alaihi Wassallam bersabda, "Tidak akan masuk surga bagi seseorang yang di dalam hatinya terdapat sifat sombong meskipun hanya sebesar biji dzarrah."


Sungguh sejatinya orang-orang yang sombong ini sangat sulit menerima kebaikan, sangat sulit pula menerima kebenaran. Dimana bagian dari ciri-ciri orang yang sombong ini ia memandang dirinya dengan pandangan takdzim, lalu ketika ia memandang orang lain ia memandang dengan pandangan yang merendahkan. Dikatakan sesungguhnya Allah memberikan perbedaan antara orang tawadhu dan orang-orang yang takabur, dimana tanda orang yang tawadhu, yakni :

1. Menyukai kesendirian dengan maksud batin dan dzahir tetap merasakan kesendirian. Dzahirnya berada dalam kesendirian, lalu batinnya pun diam dalam kesendirian tanpa membicarakan keburukan orang lain. Ia tidak menyukai dikenal orang-orang banyak. 

2. Ketika terdapat seseorang yang memberikan sesuatu yang Haq kepadanya, maka ia menerima entah orang ini memiliki ilmu yang tinggi melebihi dirinya ataupun lebih rendah darinya.

3. Orang yang tawadhu tidak merasa segan berkumpul dengan orang-orang yang faqir, mereka menyukai orang-orang faqir, duduk bersama mereka, mencintai mereka, dan menjadi bagian dari mereka.

4. Ia menunaikan kepentingan dan hak-hak dari saudaranya.


Sementara orang-orang yang sombong, cirinya diantaranya, yaitu :

1. Ia menyukai keramaian untuk menonjolkan dirinya

2. Ia ingin diakui bahwa dirinya lebih menonjol dibandingkan yang lain

3. Ia menyukai pujian dan sangat ingin dipuji

4. Jika ia bicara perkataannya selalu dilebih-lebihkan, seolah menunjukkan betul ia terlihat pintar, ia terlihat shalihah

5. Ia pula menunjukkan keturunan dia seperti apa

6. Ia sangat ingin dilihat orang lain

7. Ia tak bisa menerima nasehat orang lain


Catatan : Sombong dihadapan orang yang sengaja menyombongkan dirinya maka diperbolehkan.


Catatan : Sheikh Abdul Qadir Jaelani, "Aku lebih menyukai orang beradab dibandingkan orang berilmu, sebab jika berilmu iblis pun tinggi ilmunya."


Catatan : 


Pertanyaan :

1. Bagaimana cara menghilangkan sifat munafik dalam diri?

2. Apakah amalan agar hati lebih lembut? Dan bagaimana agar bersih dari penyakit hati?

3. Apakah jika kita merasa lebih baik dari orang lain karena ibadah kita, mungkinkah amalan kita hanya sekedar sampai dzahir saja?

4. Bagaimana cara mengingatkan orang tua agar tidak suudzon terhadap orang lain?

5. Bagaimana jika kita sudah berusaha jujur namun kejujuran itu justru menyakiti orang lain?

6. Bagaimana jika seseorang itu sulit untuk sabar terhadap ibunya?


Jawaban : 

1. Kita hindari seluruh tanda-tanda sifat munafik, hilangi sifat sombong, ingkar janji, khianat dan menyukai perdebatan. 

2. Membaca 'Ya-Latif' berapapun sembari menyentuh dada, dengan niat melembutkan hati. Hal ini sesuai anjuran dari salah satu Ustadzah di Daar Zahra, yang bahkan ketika terkejut pun beliau mengucap 'Ya-Latif' dan hendaknya ketika kita merasa memiliki penyakit hati, hindari dengan cara sering-sering beristighfar.

3. Sungguh amalan jika hanya sampai didzahir saja inilah nanti yang akan menjadi sebab bagi diri untuk bermudah-mudahan dalam bermaksiat, sementara ketika amalan itu sampai dibatin pasti lebih merasa rendahlah kita, tidak sombong akan ibadah yang kita miliki.

4. Maka pertama berdoa meminta kemudahan kepada Allah, tawasul pula terhadap Rasullullah Shalallahu'alaihi Wassallam, lalu coba menasehati dengan cara yang baik, cara yang lembut, boleh pula dengan bersenda-gurau lalu diselipkan nasehat didalamnya. Jika tiba-tiba berubah mood maka tunggu sampai perasaan orang tua kita jadi lebih baik, pelan-pelan saja tanpa maksud menggurui. Karena kita tidak menasehati dengan maksud menjadi lebih baik dari orang tua, kita menasehati untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan orang tua kita.

5. Tidak masalah, diamkan terlebih dahulu, boleh ditenangkan, jika sudah tenang maka dekatkanlah lagi untuk menghibur hatinya, ajak bicara dan berikan ungkapan bahwa kejujuran yang disampaikan itu demi kebaikan. Jangan sampai kejujuran yang telah tersampaikan menjadi sebab terputusnya silahturahmi.

6. Coba renungkan apakah kesabaran kita mampu menandingi kesabaran ibu kita selama ini. Bukankah ibu kita merupakan orang yang sangat penyabar baik saat mengandung, menyusui, marawat kita sedari kecil sampai bertumbuh menjadi dewasa. Sungguh kesabaran seorang ibu itu kesabaran yang sampai mempertaruhkan nyawa. Kenali ibu kita jangan terlalu sering suudzon terhadap ibu kita yang telah marawat kita sampai hari ini.

Comments

Popular posts from this blog

AGAR CANTIKMU SAMPAI KE SURGA

Pentingnya Menuntut Ilmu Bagi Muslimah Sebagai Madrasatul Ula

SPECIAL MILAD SAYYIDAH FATIMAH AZ-ZAHRA